Jl. Kain Sutra No. 8 Pematangsiantar 21142

Sejarah


KONGREGASI SUSTER FRANSISKAN SANTA LUSIA (KSFL)

Rumah / Biara awal di BennebroekNederland

Kongregasi Suster Fransiskan St. Lusia (KSFL) lahir dari Biara Peniten Rekolek Maria Mater Dei yang terbentuk pada tahun 1830 di Breda dengan motto  “Alles voor Allen – Semuanya untuk semua”. Dalam waktu singkat Biara ini melahirkan 4 tarekat baru yakni:

  • tahun 1834 berdiri Biara Charitas di Ousterhout (Kongregasi St. Fransiskus Charitas = FCh Palembang)
  • tahun 1838 Suster-suster Peniten Rekolek Bergen op Zoom ( Suster Fransiskan Sukabumi = SFS)
  • tahun 1847 berdiri Kongregasi St. Lusia Rotterdam ( Kongregasi Suster Fransiskan St. Lusia = KSFL)
  • dan Kongregatie Fransiskanessen van de Heilige Elizabeth – Breda ( Fransiskan St. Elisabet  = FSE Medan).

Pendiri Kongregasi adalah Sr. Lucia Dierxk, lahir di Meersel – Belgia pada tanggal 19 Juni 1812. Dalam usia 26 tahun ia masuk biara Maria Mater Dei Breda, sebuah Kongregasi Fransiskan penghayat Peniten Rekolek Alles voor Allen. Ia mengikrarkan Profesi pada tanggal 30 Juli 1940. Tanggal 29 Nopember 1941 Pemimpin biara mengutus Sr. Lucia bersama Sr. Benedikta dan Sr. Dominika ke Rotterdam menanggapi permohonan Pater Yohanes van Lies Hout OFM (Pastor Paroki Rosalia Rotterdam) untuk  mengelola panti asuhan anak yatim piatu, panti jompo, membina anak asrama, dan kursus ketrampilan kaum perempuan. Sr.Lucia dihunjuk sebagai Pemimpin komunitas, penanggungjawab karya dan penghubung kepada Pemimpin biara Maria Mater Dei Breda. Itulah sebabnya Sr. Lucia ini kemudian dipanggil sebagai Muder (ibu). Karena karya pelayanan yang terus berkembang, Pemimpin Biara Breda terus menambah tenaga Suster ke Rotterdam sehingga jumlah mereka menjadi 13 Suster. Kebiasaan rohani dari biara Breda tetap dipertahankan antara lain:

  • motto kongregasi “alles voor Allen – semuanya untuk semua
  • doa salib
  • laku tapa sebagai peniten.

Beberapa hal diperbaharui dan diubah supaya bisa menanggapi pelayanan yang sangat kompleks yakni Konstitusi menggunakan Konstitusi Reformasi Limburg yang disesuaikan dengan tuntutan karya pelayanan, warna juba abu-abu menjadi coklat, doa malam (Matutetum) ditiadakan diganti dengan doa pemeriksaan batin waktu malam hari selama satu jam. Muder Lucia sebagai pemimpin memiliki naluri keibuan yang sangat dalam, ia mengaminkan dalam hidupnya sabda Tuhan: “Ia buka tangannya bagi yang berkekurangan”.

Tokoh Spiritualitas ( St. Fransiskus Assisi )

Semangat kesederhanaan dan persaudaraan dari St. Fransiskus sangat menyatu dalam diri Muder Lucia sehingga dia menjadikan dirinya sebagai saudara bagi semua orang dan segala makhluk. Semangat itu diwariskannya bagi para Suster dari generasi ke generasi.

Di bawah kepemimpin Muder Lucia Kongregasi Peniten Rekolektin Rotterdam berkembang pesat baik dari pertambahan jumlah anggota maupun karya pelayanan di berbagai wilayah. Dalam waktu 10 tahun anggota Suster Rotterdam mencapai 70 orang Suster. Seiring dengan perkembangan pendidikan masyarakat, kota Rotterdampun berkembang menjadi suatu kota besar. Hal ini sangat berpengaruh pada pembinaan calon-calon. Tahun 1920 Biara Pusat bersama rumah pembinaan Postulan dan Novisiat dipindah ke Bennebroek. Sejak saat itu para Suster dikenal dengan nama Kongregasi Fransiskan St. Lucia Bennebroek atau sering disebut Biara St. Lucia Bennebroek. Missionaris ke Wilayah Sumatera Barat-Sumatera Utara. “Bagi semua orang aku telah menjadi segalagalanya” (1 Kor,9:22). Para Suster Bennebroek dimotivasi Sabda ini untuk siap sedia menjadi missionaris. Tanggal 3 Oktober 1925 Missionaris Pertama : Sr. Nicasia, Sr. Barbara, Sr. Charitas, Sr. Fernanda,Sr. Herminigilda. Tanggal 4 Oktober 1925 pada hari raya St. Fransiskus Assisi biara itu diberkati dan dipercayakan dalam perlindungan St. Fransikus Assisi. Sebahagian Suster tinggal di Sawa Lunto untuk mengelola SD dan pastoral umat parokial. Karya pelayanan bidang pendidikan SD-SMP dan karya kesehatan Poli klini dan rumah bersalin. Tahun 1926 dibuka komunitas baru di Payakumbuh untuk melanjutkan pengelolaan pendidikan SD bagi anak-anak Tionghoa dan Eropa yang sudah dimulai Pater Paroki di sana. Tahun 1959 diutus Missionaris pertama ke wilayah Irian Jaya – Papua, yakni: Sr. Seraphino de Vuijst (pernah masuk kamp di Sumatera Barat), Sr. Patricio Jans, Sr. Casimira Verluijs, Sr. Wirenfrido van Drill, Sr. Intemerata Meewissen, Sr. Odulpa Lammerse dan tinggal di Abepura, kemudian  berkembang ke Lembah Baliem-Wamena dan Oksibil (Pegunungan Bintang).

Keadaan Suster-suster Belanda semakin tua dan merasa tidak sanggup lagi meneruskan karya di Papua. maka beberapa komunitas di Papua mereka serahkan ke tarekat lain seperti Wamena dan Abepura. Dalam perbincangan Pemimpin Pusat di Bennebroek dengan Pemimpin Regio di Sumatera terkait dengan masa depan missi di Papua, para Suster Regio Sumatera siap bertanggungjawab melanjutkan karya misi di Papua. Pada tahun 1982 beberapa suster dari Sumatera berangkat ke Papua untuk menggantikan suster-suster Belanda di Papua. Dan melanjutkan karya di Oksibil – Pengunungan Bintang dan Argapura-Jayapura. Sejak saat itu  karya pelayanan di Papua menjadi tanggungjawab Suster Fransiskan St. Lusia Regio Sumatera.

     Setelah 16 tahun menerima calon, jumlah Suster mencapai 38 orang: 24 Suster berkaul kekal dan 14 Suster Junior. Saat itu kongregasi di Indonesia masih berstatus Misi. Tahun 1970 status Kongregasi Misi diubah menjadi Regio Indonesia dengan Biara pusat dan rumah pembinaan di Lintongnihuta Tapanuli Utara. Demi pembinaan calon-calon yang lebih intensif tahun 1984 Biara Pusat dan Rumah Novisiat-Postulan dipindahkan dari Lintongnihuta ke Pematangsiantar. Sejak saat itu para Suster Fransiskan Lintongnihuta dikenal dengan nama Suster Fransiskan St. Lusia Pematangsiantar beralamat di Jln. Kain Sutera no. 8 Pematangsiantar.

Karena keadaan usia suster-suster di Belanda semakin tua sementara penambahan anggota muda tidak ada, maka permohonan suster-suster Indonesia dikabulkan oleh Pimpinan Suster di Bennebroek. maka tanggal 21 Februari 1995 Kongregasi Suster Fransiskan St. Lusia dideklarasikan menjadi Kongregasi Mandiri dengan status kongregasi Diosesan, dalam wilayah Keuskupan Agung Medan. Sejak deklarasi ini Suster Fransiskan Pematangsiantar dikenal dengan nama Suster Fransiskan St. Lusia (KSFL). 😛

Mari Bergabung Bersama Kami SUSTER KSFL - SEMUANYA UNTUK SEMUA - create by isa